Sunday 24 March 2013
Segelas Es Cincau dan Kenangan Masa Sekolah
Nggak tahu kenapa, siang hari itu panas sekali. Kota Malang yang bagi sebagian orang dianggap dingin, kini mulai beranjak panas. Entah karena sekarang banyak volume kendaraan yang beredar, berkurangnya lahan hijau di perkotaan, atau mungkin benar yang disampaikan BMKG tempo hari kalo tahun ini musim kemarau akan datang lebih cepat. Entahlah, yang jelas helm di kepala saya ini harus segera dibuka. Gerah mampus, sampai kepala rasanya cenat-cenut.
Saya pun meminggirkan kendaraan ke tepi jalan dan buru-buru membuka helm di kepala, kebetulan juga ada yang jualan es cincau. Ah, suasana siang hari yang panas dan segelas es cincau adalah perpaduan yang pas untuk meredam otak yang panas agar tetap terkendali. Begitu masuk mulut rasanya langsung seger, mata melek merem, dan pikiran langsung adem. Kalo dilihat sih nggak ada yang spesial, masih dengan es cincau yang biasa, penjual yang biasa, resep yang biasa. Mungkin faktor kondisi panas hari ini yang membuat segelas es cincau biasa itu menjadi lebih dari biasanya. Ya, terkadang kondisi dan suasana membuat hal yang terbilang biasa dan sederhana menjadi lebih dari arti dua kata itu sendiri.
Sambil ngadem, itung-itung juga istirahat bentar, saya melihat beberapa anak berseragam sekolah SMA yang duduk di sebelah sedang ketawa-ketiwi, ngobrol kesana kemari, nggak ngerti apa yang mereka jadikan topik obrolan. Apakah siang tadi mereka ketahuan nyontek karena kurang profesional? jadi sasaran guru matematika karena duduk di pojok belakang? atau berhasil ngerjain teman sekelas yang sok pinter dan berkuasa? Entahlah..yang jelas diantara obrolan mereka selalu diakhiri dengan tawa lepas. Salah satu jenis tawa yang menandakan kejujuran pemiliknya dalam berekspresi.
Masa muda selalu menarik untuk dibicarakan, terlepas mereka yang membicarakanya masih terbilang muda atau malah sebaliknya, semua tetap menarik. Apalagi kalo sudah masuk dalam topik masa sekolah. Masa yang menurut saya adalah masa paling indah juga mewah. Menghabiskan masa muda dengan banyak belajar, bukan hanya Matematika dan Fisika, tapi juga tentang cinta dan persahabatan. Mungkin waktu bisa berlalu dengan cepat, harga BBM bisa naik turun, polusi semakin meningkat, usia semakin bertambah sampai pacar berganti untuk yang kesekiankalinya. Dan itu semua bisa menggusur keberadaan file-file lain di dalam memori otak kita. Tapi kenangan manis di sekolah, akan terus tersimpan rapi dalam sebuah folder. Nggak akan pernah tergusur, apalagi sampai hilang dari otak setiap pemiliknya.
Pernah ketika saya bercerita masa sekolah saya yang lumayan absurd kepada salah seorang teman saya, dia hanya tertawa dan bilang kalo saya ini bego. Setelah tawanya reda, dia diam sesaat kemudian berkata,
"Sayang, Prud. Saya nggak pernah mengalami episode seperti itu pas sekolah kemarin."
Dari air mukanya jelas terlihat ada penyesalan, mungkin dulu dia menghabiskan masa mudanya dengan hal yang monoton. Sampai akhirnya waktu terus berlalu, membawanya melewati masa itu menuju saat ini, dan dia tersadar. Nggak banyak kenangan manis yang dia buat sewaktu sekolah kemarin.
Memang hal yang menyenangkan itu bisa dibuat kapan saja, dengan siapa saja. Tapi kalo pas di sekolah rasanya beda. Ada seragam, teman sekelas yang tiap hari bersama selama 7-8 jam sehari, kemajuan isi kepala dan masih banyak yang lain lagi . Lebih kepada momentum, makanya saya sebut mewah. Karena waktunya terbatas, nggak bisa seterusnya.
Makanya ketika masa muda banyak-banyaklah berbuat sesuatu, belajar tentang apapun, nikmati dan habiskanlah. Karena dengan begitu kita akan banyak memiliki kenangan. Yah, setidaknya kalo diingat masih menyisakan senyum di saat kita nggak lagi muda. Ditengah tekanan ketika memasuki fase "orang dewasa" atau berlanjut ke “orang tua”.
Memang kalo dipikir-pikir, benar juga apa yang dinyanyikan Sheila On 7 dalam lagunya...
...bersenang-senanglah, karena hari ini akan kita rindukan di hari nanti..
...bersenang-senanglah, karena waktu ini akan kita banggakan di hari tua..
Bagi saya kenangan itu adalah kebanggaan. Karena bagi seorang yang pernah berlabel "siswa", kenangan adalah harta yang tak pernah bisa dibeli dan tergantikan. That's all.
Extra Large!
Kalo ngomongin soal berat badan, menurut sebuah survei yang pernah saya baca, ternyata nggak hanya wanita saja yang nggak suka ditanyain berapa berat badannya, akhirnya berbohong. Betul?
Nah, laki-laki juga sebagian besar demikian, banyak yang berbohong apabila ditanyain berapa berat badannya. Kalo saya jujur, berat badan saya 83kg. Diambil dari data BULOG bulan Desember 2012. Waktu itu saya ditimbang bareng raskin.
Setelah melahap banyak bacaan, ternyata ada tiga macam sebab kenapa orang bisa gendut :
1. Gendut karena keturunan, misalnya kedua orang tuanya gendut, biasanya anaknya juga ikutan gendut biar pas, biar tetangganya percaya kalo itu anaknya. Soalnya kalo bapak ibunya gendut terus anaknya kurus, nanti dikira anak yang tertukar
2. Gendut karena usaha, misalnya dulu badannya kurus terus pengen lebih berisi akhirnya ikut program penggemukan badan, diglonggong misalnya. Akhirnya jadi gendut.
3. Gendut karena dipaksa, ini biasanya terjadi pada anak-anak balita. Orang tuanya pengen anaknya kelihatan sehat, montok. Maka dikasihlah makanan-makanan yang bergizi dalam porsi yang banyak biar cepat terlihat montok. Begitu anaknya udah montok kalo ketemu temen-temen arisannya dipamerin, bikin gemes, dicubitin, diremes-remes. Dan itu sakit. Sumpah.
Makanya kalo saya lihat balita yang montok terus dicubitin ibu-ibu, saya jadi iba. Terus bilang, tenang brother..you'll never walk alone. Soalnya saya juga pernah ngerasain.
Menjadi orang gendut itu serba salah kalo melakukan aktivitas. Misalnya naik lift. Saya pernah naik lift dari lantai 1 mau menuju ke lantai 5, kebetulan liftnya kosong, saya langsung masuk. Begitu nyampe lantai 2, ada segerombolan cewek-cewek masuk barengan, buru-buru, berisik pula. Begitu masuk semua, alarm berbunyi, ternyata kelebihan beban. Bukannya salah satu dari mereka keluar tapi malah ngeliatin saya yang terpojok di belakang. Matanya sinis, seolah ngomong, "Eh, gendut keluar dong. Nyadar kalo punya badan gede."
Dipelototin seperti itu, akhirnya saya mengalah dan keluar. Sambil nyanyi lagunya Sheila On 7 - Berhenti berharap. Kampret!
Serba salah yang lain adalah ketika naik kendaraan umum, bus misalnya. Apalagi bus kecil yang jumlah tempat duduknya masing-masing dua, baik disebelah kanan atau kiri. Kalo saya duduk di deket jendela, terus busnya belok dengan kenceng, pasti orang disebelah saya langsung jatuh. Terdorong sama ayunan badan saya. Nah, kalo saya duduk di kursi satunya, terus busnya belok kenceng, pasti orang yang duduk di sebelah saya kejepit. Ketimpa badan saya lagi. Akhirnya kalo saya pas duduk di bus terus ada penumpang yang mau duduk di sebelah saya, katakanlah seorang cewek, saya mesti langsung bilang, "Mbak, mau duduk dipinggir atau di deket jendela." Itu adalah bentuk basa-basi saya yang sedang menawarkan, apakah mau sering terlempat dari kursi, atau kejepit? Sederhana.
Serba salah ketiga adalah pas di toko pakaian. Bagi orang gendut seperti saya, berada di toko pakaian adalah neraka jahanam. Karena kita hanya bisa melihat model baju-baju yang bagus, tapi nggak pernah ada yag muat. Ibarat pungguk merindukan kue terang bulan.
Setiap baju kan mempunyai ukuran masing-masing, mulai S, M, L, XL. Kalo ditujukan untuk orang gendut, ukuran tersebut ada artinya masing-masing :
S, Sori bro kagak muat. Cari yang lain aja ya!
M, Maaf...kagak muat, yang lain aja ya!
L, Lupain deh, dijamin kagak bakal muat!
XL, xlalu. Dan akhirnya, minimal hanya ukuran inilah yang bisa kita pakai.
Oleh karena itu, banyak orang gendut yang kalo mau beli pakaian nggak pergi ke toko baju, tapi ke toko kain. Belinya meteran terus dibawa ke tukang jahit. Biar pas!
Kalo dalam urusan berpakaian, orang gendut nggak bisa dipaksaian, Kalo orang kurus kerempeng enak, pakai baju apa aja juga jadi. Misalnya bajunya kekecilan, bisa aja mereka ngomong kalo itu model "junkies" yang lagi musim. Jatohnya keren. Kalo pas bajunya kegedean, bisa aja mereka ngomong kalo lagi ngikutin model "hip-hop", tambah kalung hardisk komputer jadi mirip Igor Saykoji. Jatohnya keren lagi.
Nah, kalo orang gendut mau maksain baju jadinya malah aneh. Misalnya bajunya kecil terus dipaksain dipakai. Yang ada nggak mirip anak junkies, tapi kayak ketupat yang diangkat dari kukusan. Karena pasti ada bagian yang nyembul-nyembul di sela-sela pakaian karena bajunya nggak muat. Kalo bajunya kegedean, bukan mirip anak hip-hop, tapi Rama Aipama lagi obesitas. Nggak pas banget. Aneh.
Orang gendut kalo pacaran juga nggak bisa romantis. Sama kayak pakai baju tadi, mau dipaksain jadinya malah aneh. Misalnya di kampus turun hujan, mau pergi bareng sama pacar ke kantin dengan membawa satu payung, biar romantis. Tapi begitu jalan berdua di bawah payung, yang ada payungnya nggak muat dipakai berdua. Terpaksa kita ngalah demi pacar, biar dia nggak kehujanan, dan cuma bisa jalan ngikutin di belakang sambil kehujanan. Niatnya mau romantis, tapi jatohnya malah kayak tukang ojek payung. Bedanya begitu nyampe nggak dapet goceng.
Tapi, terlepas dari ketidak-enakan menjadi orang gendut. Ternyata ada beberapa hal yang membuat orang gendut itu mempunyai nilai lebih dari manusia berukuran di bawahnya. Karena orang gendut itu :
1. Punya jiwa sosial tinggi. Lihat aja tiap ada acara donor darah, pasti mayoritas yang menjadi pendonor adalah mereka orang-orang yang gendut. Nggak ada orang kurus, apalagi ditambahi kerempeng ikutan donor darah. Syarat utamanya aja harus mempunyai berat badan diatas 45kg. Kalo mereka orang kurus sampai berani ikut donor darah, pas berangkatnya sih nggak apa-apa cuma pas pulang bentuk mereka nggak jauh dari jenglot. Kering kerontang nggak punya darah.
2. Punya ikatan batin yang kuat. Karena setiap orang gendut, entah siapa pun itu, mau cantik, mau ganteng, mau jelek, atau mau ngondek sekalipun pasti pernah dipanggil dengan sebutan "ndut". Kalo nggak percaya coba aja pas jalan di mall, terus ketemu dengan beberapa orang gendut, panggil aja langsung dengan "ndut", pasti semuanya akan menoleh. Suer. Nggak bohong.
3. Enteng jodoh. Dalam kebudayaan jawa ada kalo mau mencari jodoh ada istilah harus melihat bibit, bebet, bobot. Bibit adalah asal usul keluarga. Bebet adalah kemampuan kita dalam bekerja. Dan untuk urusan bobot, orang gendut nggak usah diragukan. Timbangannya pasti mantep. Anget.
“…Tuhan nggak pernah memandang seseorang dari berapa digit berat badannya, tapi dari iman, takwa dan karya yang bermanfaat bagi orang lain…” (diipras, 2013)