Monday 14 May 2012

Why Always Me?

Setahun yang lalu, tepatnya tahun 2011, banyak sekali peristiwa luar biasa yang terjadi di Indonesia. Mulai dari tertangkapnya Om Nazarudin sampai Tante Syahrini yang “Alhamdulillah ya” karena mempunyai “ Sesuatu”. Tapi dari sekian banyak peristiwa itu, ada satu peristiwa luar biasa yang berdampak besar terhadap kehidupan para remaja di Indonesia, tak terkecuali mahasiswa seperti saya, yaitu mulai akrab dengan yang namanya kata “galau”.

Banyak sekali stasiun TV ataupun radio-radio yang bikin acara dengan tema galau. Di twitter juga hampir setiap hari saya jumpai hastag (#) galau bertebaran dimana-mana. Dan di penghujung tahun itu pula merupakan tahun tergalau bagi saya, karena saya putus dengan pacar saya. Dan alasan kita putus waktu itu bisa bikin galau tingkat dewa. Karena pada saat itu saya putus dengan pacar saya dengan alasan beda keyakinan. Itu galau banget.

Ya, kami putus karena beda keyakinan. Saya yakin kalau saya ini ganteng, tapi pacar saya nggak. Saya yakin kalau saya ini kurus, tapi pacar saya nggak. Dan yang paling parah, saya yakin kalau saya ini normal, tapi pacar saya nggak. Dan karena perbedaan keyakinan yang begitu mendasar itulah saya putus dengan pacar saya, dan saya mulai mengikuti trend anak muda Indonesia pada saat itu, akrab dengan kegalauan.

Paling nggak enak kalau dalam masa galau seperti ini, mau ngapa-ngapain juga malah bisa bikin galau. Saya pernah nyari makan, eh sebentar kalau nyari makan nanti saya dikira mulung di tempat sampah lagi. Maksudnya nyari tempat makan dulu begitu dapat baru dibeli.

Waktu itu saya makan sendirian, pas pesan makan sama mbak-mbaknya saya mendadak galau. Karena saya lihat di samping saya banyak cowok-cewek yang lagi pacaran gitu, pake mesra-mesraan pula, dan kegalauan pertama yang saya alami adalah : saya baru sadar kalau ternyata hanya saya saja yang duduk sendiri disitu. Kegalauan yang kedua adalah ketika saya curi-curi pandang nglihatin si cewek, tapi cowok yang duduk disebelahnya langsung melotot dan pasang tampang marah, nah kalau saya mau lihat cowoknya, emang saya ini cowok apaan gitu nglihatin cowok juga.

Akhirnya saya cuma bisa ngelihat ke atas, ngliatin atap. Kegalauan ketiga saya adalah pas pesan makan, cowok di samping kanan saya yang sengaja pamer kemesraan bilang ke mbak-mbak pelayan,

“mbak, nasi gorengnya satu, tapi sendoknya dua ya.”
“minuman mas?”
“es jeruk mbak, sedotannya juga dua ya”

Pas mbak-mbak pelayan nyamperin meja saya, saya nggak mau kalah juga dengan cowok di samping saya tadi. Pas mbaknya Tanya,

“pesan apa mas?”
“sama dengan sebelah saya ini mbak, sendoknya satu tapi nasi gorengnya dua.”
“minumnya mas?”
“sama juga, es jeruk, tapi nggak pake sedotan mbak, kalau ada gayung aja.”

Galau membuat badan saya semakin mengembang dimana-mana.

Kadang saya nggak habis pikir dengan gaya romantis seperti itu, sepiring berdua, segelas berdua. Kalau dipikir-pikir ternyata nggak beda jauh antara romantis dengan dompet tipis.

Namun kegalauan saya tidak berakhir sampai disitu, karena pas pulang ternyata sandal saya putus dan akhirnya pulang jalan kaki nggak pakai sandal. Lengkap sudah kegalauan saya saat itu, nggak hanya cinta saya saja yang putus, tapi sandal juga ikut-ikutan putus.

Itu galau banget.

Teman saya nyaranin nggak boleh banyak sendirian biar nggak semakin galau. Suatu saat saya niat keluar keluar nyari hiburan bareng teman-teman. Beberapa waktu yang lalu ada grup band favorit saya Sheila On 7 yang main di Samanta Krida, saya berencana lihat bareng teman. Tapi saya nggak tahu kalau tiketnya sudah habis, sold out. Saya mulai sedikit galau.

Akhirnya kami memutuskan main ke alun-alun kota batu, dan ternyata disana juga sedang ada konser band d’Masiv. Pikir saya nggak apa-apa lah, yang penting ada hiburan. Saya lihat bareng teman juga pengunjung yang lain.

Awalnya sekitar saya ramai sama teriakan cewek-cewek yang histeris. Namun dalam sekejap mendadak hening pas d’ Masiv membawakan lagu-lagu sendu bin galau mereka. Yang ada adalah mereka nyanyi bareng pacar mereka masing-masing, dan parahnya hal itu dilakukan dengan berpelukan.

Tingkat galau saya mulai meningkat.

Berada dalam lingkungan seperti itu membuat saya terpengaruh juga, saya ingin memeluk dan bernyanyi bersama. Saya lihat ke kanan nyari sesuatu yang dapat dipeluk, ada teman saya, mau saya peluk tapi namanya Wildan. Saya lihat ke kiri nyari yang bisa dipeluk, tapi yang ada Cuma pohon beringin. Kalau saya meluk sebelah kanan nanti saya dikira homo, kalau saya meluk sebelah kiri nanti dikira genderuwo penghuni pohon beringin. Galau saya sudah ke ubun-ubun. Oh my God, why always me?

No comments:

Post a Comment