..hujan.. anugerah yang datang bersama setiap rintiknya.
Itulah filosofi sebuah band asal Jogja bernama The Rain. Saya setuju, karena memang di setiap hujan selalu membawa anugerah. Karena dari hujan selalu ada yang bisa diceritakan. Termasuk ujian!
Loh, kok ujian?
Iya, soalnya sekarang para mahasiswa sedang berada dalam musim ujian, juga musim hujan. Nah, kalo ngomongin hujan dan ujian saya punya banyak cerita.
Cekibrooottt..
Ujian + Hujan = Bikin Cepat Lapar.
Sebenarnya nggak ada yang salah dengan adanya ujian yang datang kepada mahasiswa setiap akhir semesternya. Tapi kalo datangnya barengan hujan bisa lain ceritanya. Musim ujian tentu intensitas belajar kita menjadi meningkat dibandingkan hari-hari biasa. Kalo biasanya belajar itu cuma lihat jadwal kuliah besok pagi apa saja, ada tugas apa nggak. Kalo sekarang belajar itu lebih ke arti sebenarnya. Buka buku, buka catatan, buka fotokopian sambil bengong berjam-jam. Nah, asal kita tahu selama belajar otak kita butuh asupan energi. Energi diperoleh dari makanan yang kita makan. Makanya kalo keseringan belajar, otak jadi cepat capek dan bikin perut cepat lapar. Apalagi ditambah sekarang musim hujan. Semakin membuat cepat lapar.
Ujian Itu = Olahraga Absurd.
Iya absurd. Terutama untuk mahasiswa jurusan sosial seperti saya. Sebelum ujian memang disarankan berolahraga untuk menjaga kebugaran tubuh. Biar pas ujian nggak jatuh sakit. Maklum sekarang kan musim hujan. Tapi pas ujian, secara tidak langsung kita juga melakukan kegiatan olahraga. Cuma kita kurang menyadarinya seperti :
Olahraga Tangan. Di jurusan sosial, ada disparitas (kesenjangan) besar yang terjadi dalam ujian. Antara soal ujian dengan jawaban ujian. Dimana soal ujian biasanya pendek, satu atau dua kalimat selesai. Tapi jawabannya bisa ngabisin berlembar-lembar kertas ujian dan nggak selesai-selesai. Kalo dipikir, lebih mirip nyalin dari buku daripada menjawab soal. Malah terkadang ada yang sampai nambah kertas jawaban ke petugas jaga. Biasanya tipe-tipe anak perfeksionis atau punya ukuran font tangan yang gede. Kalo sampai nambah tiga kali, berarti dia gabungan antara keduanya.
Olahraga Mata. Karena terlalu banyak hafalan dan jawaban, terkadang baru sampai soal nomor dua otak kita sudah blank, gelap, kosong. Akhirnya kita berusaha agar lembar jawaban kita nggak ikutan kosong. Dan cara yang paling cepat adalah dengan bertanya kepada teman. Sayangnya cara itu nggak mudah. Apalagi kalo pas penjaganya kebagian yang tipe “mata elang”. Tapi biarpun mata elang, toh mereka manusia juga yang nggak luput dari keteledoran. Nah, disaat itulah kita harus pintar memanfaatkan situasi. Lirik kanan kiri. Melatih otot pergerakan otot mata.
Olahraga Otak. Di sosial yang terjadi biasanya jawaban nggak cukup satu atau dua kalimat, panjang dan banyak banget. Kalo otak sudah nggak kuat, ujung-ujungnya juga bakalan ngarang jawaban. Nah, disini diperlukan otak yang terlatih. Terutama berlatih imajinasi. Supaya pas ngarang jawaban nggak ngelantur. Salah-salah bukan jawaban yang ditulis, tapi malah curhat. Itu ngelantur tingkat dewa!
Ujian Itu = Membuat Akrab Dengan Teman.
Iya akrab. Apalagi sama teman yang pinter, jadi tambah cepat akrabnya. Kalo di hari biasa, biasanya cuma bertegur sapa pas ketemu. Sekarang pas ujian jadi seneng deket, ngajak ngobrol, nawarin rokok, makan sampai ngajak duduk sebelahan di pas ujian. Tapi bagi yang punya otak pas-pasan menjadi serba salah. Mau ngasih contekan, kita sendiri nggak yakin sama jawaban sendiri, apalagi mau dikasih ke orang lain. Karena nggak dikasih teman kita marah, bilang nggak sohib. Eh, giliran dikasih jawaban malah dimaki-maki, disalah-salahin. Bilang jawabannya nggak bener lah, kurang tepat lah. Kalo ngerti begitu kenapa nggak belajar sendiri KAMPRET!!
Ujian + Hujan = Susah Mengatur Jadwal Tidur Dan Belajar.
Iya susah. Karena hujan jadwal tidur dan belajar menjadi berantakan. Pas semangat belajar, sudah nyiapin beberapa buku dan camilan di meja, eh malah turun hujan. Hawa menjadi sejuk dan adem. Mengunyah makanan tetap semangat, tapi tidak dengan semangat belajar. Akhirnya nyender bantal sedikit langsung bablas. Pas bangun hampir pagi hari, terpaksa kebut belajar. Tapi mata terasa masih ngantuk, jadi lumayan berat. Akhirnya tidur lagi dan susah bangun pagi. Maksudnya bangun pagi kemudian beraktifitas. Bukan bangun, melek, merem, melek lagi, merem lagi, kemudian bablas. Begitu bangun sudah terlambat masuk ujian. Itu juga kampret!
Ujian Pagi + Boleh Buka Buku = Bikin Mata Melek.
Iya, ada tipe ujian boleh buka buku. Kalo mendengar boleh buka buku harusnya gampang. Tapi yang terjadi malah sebaliknya. Soalnya saya nggak tahu buku mana yang harus dibuka. Saya cuma punya buku catatan, isinya juga corat-coret semua. Nggak jauh beda sama tembok kamar mandi zaman sekolah. Akhirnya cuma bisa bolak-balik buku sampai kertasnya kusut. Begitu nggak nemu jawaban, gantian muka yang kusut.
Ujian Itu = Kampret!
Iya, kampret! Sudah capek-capek belajar, mondar-mandir nyari pinjeman catatan, bukunya juga bahas inggris level 3 (bahasa inggris anak sosial), tebel-tebel pula. Kemarin sebelum ujian nggak dikasih tugas pengganti ujian. Berarti memang ada ujian. Sumpah, semua itu bikin kelimpungan setengah mati. Tapi pagi harinya di ruang ujian, nggak ada soal yang dibagikan. Nggak ada soal yang harus kami kerjakan. Semua itu diganti dengan tanda tangan di lembar presensi. Iya, cuma tanda tangan doang. Baru kali ini nilai ujian semester dipertaruhkan hanya dengan tanda tangan. Jujur setengah hati saya seneng nggak jadi ulangan. Tapi setengah hati saya gondok banget. Tau seperti ini semalam saya tidur. Demi apa coba ini semua?? (tiba-tiba Arya Wiguna muncul dari bawah meja, kemudian menggebrak meja keras sambil berkata, “Demi..Kiaaaaaann!!)
Ujian Itu = Bikin Freak.
Saat itu ujian sifanya boleh buka buku. Beberapa teman ada yang sampai buka laptop, karena beberapa materi berada disana. Pikir saya masih wajar. Tapi di sebelah saya duduk seorang cowok (kebetulan kakak tingkat), dari tampilan sih kelihatan banget anak rajin. Tapi yang bikin saya nggak habis pikir adalah, dia mengeluarkan jam weker yang berbunyi kriiiiiing, menyetel ke jam tertentu, kemudian meletakkan didepan tempat duduknya. Saya cuma bengong pas melihat. Padahal dia juga pakai jam tangan. Terus jam weker tadi buat apa? Kalo sekedar untuk pengingat kan sudah aja jam tangan. Setiap 5 menit sekali dilihat kan juga nggak masalah. Malah masang jam weker. Kenapa nggak sekalian aja Jam Gadang ditaruh disebelahnya. Atau kalo masih kurang mantap, elpiji 3 kilogram aja dipasangi sumbu. Biar semangat ngerjain ujiannya. Biar tepat waktu. Biar greget!!
Yah, itulah sedikit cerita dari ujian di musim hujan. Memang yang namanya ujian kita harus tetap belajar sebelumnya, biar bisa mengerjakan. Tapi kalo untuk ujian hidup, kita harus merasakan ujian terlebih dulu, baru bisa mengambil pelajaran. Uhuk!
No comments:
Post a Comment