Tuesday 12 April 2011

Unrequited Love..

Cinta, bagiku merupakan hal yang paling absurd di dunia. Alasannya cukup mudah, karena cinta itu relatif, nggak bisa diambil kesimpulan umum dari sebuah pertanyaan, apakah itu cinta??
Tentu setiap orang pasti punya jawaban tersendiri terkait hal tersebut. Kalo toh kalian nggak percaya, coba tanya kepada beberapa orang tentang apa itu cinta, sekalipun itu mirip, pasti mereka punya ja
waban yang berbeda.

Berbicara soal cinta, artinya berbicara tentang hal yang paling tidak bisa diketahui atau diukur oleh orang lain, yaitu : perasaan. Kita tak pernah tahu apa yang dirasakan seseorang ketika mereka bergelut dengan yang namanya cinta.

Apakah cinta membuat hati kita berbunga-bunga?terbang melayang?atau seakan seisi dunia ini penuh dengan warna warni keceriaan??
jawabannya adalah : ya, kalo kita sedang jatuh cinta.
Tapi hal itu bisa saja berbanding terbalik manakala kita mengalami sisi lain dari cinta itu sendiri : putus cinta. Jangankan hati kita berbunga, atau membuat kita terbang melayang, Justru kadang kita merasa diangkat ke tempat yang lebih tinggi, kemudian dijatuhkan ke bawah dengan sangat keras. Sakit yang kita rasakan. Mungkin itulah gambaran dari putus cinta.

Tapi menurutku itu semua belum berarti apa-apa bila dibandingan dengan : unrequited love, yang berarti cinta tak terbalas.
Justru perasaan itulah yang membuat kita seperti : hidup sendirian di dunia ini. Ketika kita memendam perasaan dan kita sendiri pun tahu bahwa cinta kita bertepuk sebelah tangan, tak akan terbalas, yang ada hanya : kita hanya bisa menikmati perasaan itu. Parahnya kita hanya bisa menikmati perasaan itu sendirian.
Ibarat sedang memancing ikan di kolam, berharap mendapatkan ikan yang besar hasil dari pancingan kita, tapi satu hal yang tidak kita ketahui kalau kolam itu tidak ada ikannya. Jangankan ikan, bayangan ikan pun mustahil untuk kita dapat. Sekali lagi, menurutku itu adalah hal yang jauh lebih menyiksa.

Ada istilah kalau jatuh cinta itu membuat tahi kucing rasa cokelat, dan putus cinta itu membuat cokelat seperti tahi kucing. Tapi cinta tak berbalas, membuat kita tidak dapat merasakan mana cokelat, mana tahi kucing, semua tak berasa. Hambar.

Thursday 7 April 2011

Senja Tak Lagi Merah

Aku paling suka dengan suasana sore. Mentari mulai turun dari peraduannya, meninggalkan sisa-sisa teriknya yang menerangi dunia. Langit yang sepanjang hari menyiratkan terik dengan birunya, perlahan kini memudar, menguning dan pada akhirnya akhirnya memerah jingga. Dan mereka menyebutnya : senja.

Tapi kini, aku masih melihat matahari terbit, perlahan bergerak diantara rimba-rimba langit biru yang amat luas, tak terpikirkan olehku berapa luasnya, menaikkan kadar kepanasannya dari hangat menjadi panas menuju tengah hari. Namun sayang, aku tak pernah tahu kapan mentari itu turun dari peraduannya, meninggalkan sisa-sisa keperkasaannya. Semua terganti dengan awan tebal, awan hitam tebal yang mulai bergerak menyelimuti, perlahan, tapi pasti. Rintik demi rintik hujan turun membasahi setiap butir-butir tanah yang bertebaran di permukaan bumi. Memberikan kesejukan setelah bersama terik sepanjang hari. Bukan hanya bagi manusia, tapi seluruh penghuni alam semesta ini. Menyegarkan.

Aku senang saat rintik hujan turun perlahan, bersuara gemericik, sangat asik. Namun pada kenyataannya, kini tak ada lagi senja. Tak ada lagi wana merah.

Sore itu, senja tak lagi merah.