Thursday 19 September 2013

Jual Diri Aja!!


Akhir-akhir ini banyak sekali berita tentang ginjal. Yap, tepatnya berita tentang orang yang menawarkan ginjalnya untuk alasan tertentu.


Beberapa bulan lalu, ada berita seorang bapak yang menawarkan menjual ginjalnya untuk menebus ijazah sekolah anaknya. Sambil membawa gitar dan dan poster, kedua bapak anak tersebut berjalan di sekitaran bundaran HI untuk “menawarkan” ginjalnya. Terang saja hal itu menarik perhatian para jurnalis dan tentunya bisa diliput sebagai bahan berita.

Entah kenapa berita penjualan ginjal juga kembali terjadi. Parahnya masih mempunyai hubungan yang sama. Soal pendidikan. Bedanya, kasus pertama menjual menawarkan ginjal untuk menebus ijasah sekolah, sedangkan kali ini untuk membayar biaya kuliah. Tepatnya di malang, di kampus saya sendiri. Beberapa mahasiswa berdemo di depan rektorat sambil membawa tulisan dengan maksud menawarkan ginjal mereka untuk membayar biaya kuliah. Lagi-lagi, kejadian ini membuat para jurnalis meliputnya karena bernilai “berita”.


Sumpah, saya nggak habis pikir dengan kejadian tersebut. Menjual ginjal untuk membiayai kuliah. Memang di satu sisi, biaya kuliah di kampus terbilang mahal, bahkan semakin mahal di setiap tahun ajaran baru. Saya juga nggak habis pikir. Dan saya nggak habis pikir lagi dengan mahasiswa yang berdemo dengan cara seperti itu.

Oke mau jual ginjal. Seperti yang kita ketahui, harga ginjal di pasaran sangat mahal. Bahkan di pasar gelap harganya bisa sampai ratusan juta rupiah. Dan itu sangat rahasia. Jarang orang yang ngerti. Nah ini, menawakan ginjal tapi di depan rektorat, di pingir jalan. Ketahuan banget kalau mau cari perhatian. Biar diberitakan media, biar dapat simpati masyarakat luas, biar dapat bantuan.

Mungkin kalau beberapa tahun yang lalu sih masih bisa dapat perhatian dan simpati dari banyak kalangan. Tapi lihat sekarang, nggak punya biaya dikit-dikit mau jual ginjal, dikit-dikit mau jual ginjal. Jual ginjal kok dikit-dikit. Emang ginjal sama seperti sabu-sabu apa, jualnya dikit-dikit.

Kalau sudah sering terjadi seperti ini, paling banter juga bakal jadi bahan bercandaan. Biasanya sih yang terjadi seperti itu. Pertama mendengar berita pasti simpati, tapi semakin banyak berita yang sama malah bikin basi. Akhirnya, cuma bisa jadi bahan bercandaan terutama di dunia maya.

Saya nggak pernah membayangkan kalau ini benar-benar terjadi. Dikit-dikit berita jual ginjal. Jangan-jangan nanti ada yang bercanda seperti :

Jual ginjal buat rental PS.
Jual ginjal buat beli pulsa.
Jual ginjal buat ngasih kembalian beli pulsa.


Nah lo!

Padahal mereka mahasiswa loh. Semua organ tubuh masih lengkap. Otak juga masih dipake buat mikir. Kenapa malah mau jual ginjal. Kenapa nggak jual diri aja?

Iya, jual diri.

Tenang, itu cuma istilah yang keluar dari teman saya di kampus. Perempuan, panggil saja Nining. Nining adalah bendahara ketika kami menjadi panitia inti ospek kampus. Sebulan sebelum acara tiba, hampir setiap hari kami berada di kampus untuk rapat. Mulai dengan rapat ini itu sampai tender segala macem kebutuhan ospek, dari pagi sampai malam. Begitu terus selama sebulan.
Suatu saat Nining pamit kalo minggu depan nggak bisa ikut rapat.

“Prud, minggu depan aku nggak bisa ikut rapat.”
“Mau kemana?”
“Ke surabaya.”
“Tumben. Ada apa?”
“Lagi bokek. Mau jual diri dulu. Biar dapat banyak duit.”


Kali pertama mendengar, mata saya langsung belo, dahi juga ikut mengkerut. Masa sih mau jua diri? Padahal dia juga pakai hijab loh.

“Malah bengong.”
“Beneran jual diri?”
“Menjual potensi diri. Ada pameran hijab salah satu butik. Nah, mereka ngambil beberapa model dari agency. Termasuk aku. Begitu, Prud.”
“Oh, kirain...”
“Kirain apa?”
“Kirain kamu bakal mangkal di pinggir jalan sambil bawa papan bertuliskan “Melayani wisata BNS” alias bobok ndek songgoriti.”
“Astagfirullah.”


Saya langsung digeplak pake buku.

Iya, saya setuju sama Nining. Kalau perlu biaya, mending kita jual diri aja sekalian. Menjual potensi diri maksudnya. Setiap diri kita pasti punya potensi masing-masing, silakan diasah terus dijual. Bisa jadi model seperti Nining tadi, nyanyi, main musik, jadi jurnalis, atau berwirausaha. Apapun potensi yang dimiliki, jual aja.

Ternyata Nining masih suka jual diri loh.


Yah, tentu kita semua nggak pernah mau membebani orang tua kita, termasuk untuk biaya kuliah. Tapi bukan dengan cara seperti itu, bukan dengan cara nyari perhatian dengan “jual ginjal”. Selama kedua tangan dan kaki masih ada, selama semua anggota badan sehat, selama otak masih bisa dipakai mikir, jangan pernah berfikir deh mau jual-jual begituan. Sudah syukur dikasih badan lengkap dan sehat. Malah mau dijual dengan alasan yang nggak seimbang. Butuh biaya kuliah.

Mending jual diri. Menjual segala potensi yang ada dalam diri. Sebagai bentuk rasa syukur kepada Tuhan atas apa yang diberikan. Bukan malah menjualnya.

No comments: