Friday 11 November 2011

Aku Hanya Ingin Melanjutkan Hidup (Saja)

Pagi ini, masih sama seperti pagi-pagi sebelumnya. Aku masih sulit untuk terbagun di pagi buta, aku juga masih suka menatap kaca di sebelah jendela. Mandi, membersihkan kamar, makan, dan lain sebagainya. Seperti yang kubilang tadi, pagi ini masih sama seperti pagi-pagi sebelumnya. Nyaris tak ada beda.

Namun kesamaan itu hanya terletak pada apa yang aku lakukan sehari-hari, dan aku biasa menyebutnya dengan sebutan : rutinitas. Ya, memang sebuah rutinitas itu selalu sama dengan yang terjadi sebelumnya, bahkan seperti yang kubilang di atas : nyaris tanpa beda. Tapi sekali lagi kesamaan itu hanya terletak pada sisi rutinitas saja. Tidak lebih.

Ada perasaan berbeda ketika aku membuka mata di waktu yang menurutku masih pagi buta. Ada semacam perasaan tak nyaman bila dibandingan dengan pagi-pagi sebelumnya. Kali ini rasanya : nyaris tak pernah sama.


Aku masih ingat betul kejadian hari itu, kejadian yang menurutkan sebagai penyebab utama dalam ketidaknyamananku melakukan rutinitas pagi ini. Apalagi kalau bukan masalah cinta, lebih spesifiknya putus cinta. Terdengar klise memang, tapi itulah yang sedang kurasakan saat ini. Saat dimana kerapuhan hati terjadi. Yang dulunya kuat seperti Superman, kini mendadak lemah seperti Hello Kitty. Memang kejadian tersebut telah terjadi beberapa waktu yang lalu, namun dampaknya masih terasa sampai saat ini. Setiap aku terjaga menyambut pagi.

Dalam benak, aku tak pernah merencanakan hal ini terjadi di dalam hidupku, karena aku tahu pasti akan sakit rasanya. Tapi ketika Tuhan yang me
rencanakan hal ini harus terjadi, apa manusia lemah seperti kita ini bisa menahannya?? Aku rasa kalian sepakat denganku untuk berkata tidak.

Menurutku kejadian semacam ini sangatlah lumrah terjadi di kalangan manusia yang sedang menjalin hubungan asmara. Tidak hanya remaja dan kaum dewasa, bahkan orang tua pun rentan akan hal putus cinta. Hanya yang membedakannya adalah bagaimana kejadian itu dialami. Apakah putus cinta seperti yang banyak dikisahkan dalam novel remaja, bercerai dengan istri yang telah lama mendampingi kita, atau saat tiba ajal ketika lapuknya usia. Sekali lagi menurutku itu semua masuk dalam kategori putus cinta. Putus, karena cintanya sudah tak lagi bersama.

Pedih, mungkin itulah yang kita rasa. Ada semacam perasaan yang tak menentu dalam diri kita. Menjadi mudah marah, sering diam, dan tak banyak tertawa seperti sebelumnya. Lebih tepatnya kita menjadi sangat sensitif. Tapi sampai kapan kita harus setia dengan perasaan itu?? Aku tahu rasanya memang sakit, atau yang lebih parah kita sudah tak bisa lagi merasakan kalau sebenarnya perasaan kita sedang “sakit”. Hampa.

Oleh karena itu, aku yakin kalian semua pasti ingin segera, bukan itu, lebih tepatnya ingin cepat-cepat meninggalkan keadaan itu, pergi dan berharap tak pernah bertemu lagi. Tapi pertanyaannya, bagaiman caranya?? Karena pasti tak semudah menghabiskan jajanan di hari raya.

Aku terdiam lama di depan layar kaca, mataku sampai panas terkena radiasi cahaya yang entah berapa lama terus menerpa bola mata. Aku bangun, berdiri, duduk bahkan beberapa kali sempat berbaring. Terdengar bunyi detik jam yang begitu mendominasi indera pendengarku, seakan terus memacu otak untuk segera menemukan jawaban atas pertanyaanku sendiri. Sialnya, aku masih belum bisa menemukan jawaban atas pertanyaan sederhanya tersebut. Pertanyaan untuk diriku sendiri.
----------------
Aku hanya ingin melanjutkan hidup. Ya, aku hanya ingin melanjutkan anugerah terindah dari Sang Pencipta, sebuah kehidupan. Aku tahu ini semua memang sakit, bahkan pedih. Lantas apakah dengan itu semua hidup kita akan berhenti sampai disini. Rasanya terlalu sayang kalau hidup yang diberikan ini harus diisi dengan perasaan yang sebenarnya kita ingin cepat-cepat meninggalkannya, namun karena terlanjur berlarut-larut memikirkannya dan pada akhirnya membuat hidup kita seakan berakhir sia-sia. Mati tak berdaya.

Aku hanya ingin melanjutkan hidup. Bagaimana carannya?? Aku pikir dengan kembali melakukan rutinitas sehari-hari, mengisinya kembali dengan senyum dan tawa pengusir sepi yang mungkin kita sudah lupa bagaimana caranya. Menghidupkan kembali mimpi-mimpi yang pernah ada, baik yang sudah terencana atau masih sebuah wacana. Butuh waktu?? Memang jelas adanya. Karena orang yang sakit pasti memerlukan masa penyembuhan setelah masa pengobatan untuk bisa dinyatakan benar-benar sembuh dari penyakit yang dideritannya.

Sekali lagi, aku hanya ingin melanjutkan hidup (saja).

No comments: