Thursday 19 September 2013

a Moment to Remember


Entah kenapa menjalani episode kehidupan dengan predikat sebagai anak kos itu selalu menarik untuk diceritakan.

Yap, anak kos. Siapa sih yang nggak pernah denger istilah anak kos? Menurut saya hampir semua orang yang pernah kuliah pasti menyandang gelar ganda ketika mereka kali pertama masuk, yaitu predikat sebagai mahasiswa dan anak kos. Biasanya itu sudah satu paket. Kecuali kalo kampusnya dekat dengan tempat tinggal, terus tempat tinggal tersebut dijadikan rumah kos. Nah, itu predikatnya bukan anak kos lagi, tapi anak pemilik kos.

Itu beda.

Berbicara mengenai anak kos adalah berbicara mengenai episode yang paling nano-nano dalam hidup. Iya, karena di episode ini nggak hanya manis dan pahit kehidupan yang kita rasakan. Tapi juga asem, eneg, bahkan rasa hambar. Sebentar, setahu saya hambar itu nggak ada rasanya. Tapi kenapa istilahnya “rasa hambar”? Ah, sudahlah.

Salah satu hal yang paling dicari dalam rumah kos adalah suasana. Iya, suasana yang asyik di rumah kos adalah kemewahan tersendiri bagi seseorang yang menyandang predikat sebagai anak kos.

Itu sudah pasti.

Pernah salah satu penghuni di tempat kos saya memutuskan pindah dari villa keluarganya untuk menjadi seorang anak kos. Alasannya pun sederhana.

“Disini anaknya asyik-asyik.” katanya kepada Saya.

Padahal kalo dipikir ngapain juga sampai rela menjadi anak kos terus tidur di kamar sempit. Mengingat dia sudah tinggal di villa yang bagus, fasilitas lengkap serta kenyamanan terjamin. Ya..mungkin kondisi dan suasana di villa nggak “se-asyik” di tempat kos saya.

Ibaratnya kita lagi seneng banget kemudian lapar, terus makan nasi pecel di pinggir jalan. Sederhana sih, tapi rasannya pasti kenyang dan puas. Malah bisa-bisa kita nambah lagi satu porsi. Nah, beda kalo kita mau makan steak, tapi kepikiran belum bayar spp, motor diembat maling, terus diputusin pacar gara-gara nggak ada motor. Pasti itu steak rasanya campur nyesek. Nggak enak banget.

Hidup bersama di tempat yang sama itu juga nggak mudah. Kadang ada waktu dimana kita beda pendapat sampai beda pendapatan dengan penghuni kos lain. Tapi kalo punya teman kos yang asyik, semua perbedaan itu pasti bisa diatasi. Kalo ada berantem-berantem kecil karena beda pendapat itu wajar, namanya juga laki-laki. Kalo ada beda pendapatan ya diambil hikmahnya saja. Paling tidak ada tempat untuk minjem duit pas kena radang dompet di akhir bulan. *modus pertama*

Di tempat kos, biasanya kita akan bertemu dengan orang baru yang nantinya bakal menjadi teman, sahabat, bahkan saudara kita. Predikat teman diberikan kepada mereka yang mengenal kita biasa saja. Predikat sahabat diberikan kepada teman yang sangat dekat dengan kita, bahkan sampai dosa-dosa kita pun juga dia ngerti. Terakhir, predikat saudara diberikan kepada mereka yang merestui kita untuk menjadi adik iparnya. Terimakasih kakak ipar. *modus kedua*

Sering ngumpul bareng, sering main kartu bareng, sampai sering minjem duit bareng secara nggak langsung itu semua menjadikan kita lebih dekat satu sama lain. Dampaknya kita semua seperti punya keterikatan satu sama lain. Kalo pas seneng ya bareng, pas sedih juga bareng, pas galau juga bareng. Menikmati kegalauan bersama itu lebih menyenangkan daripada harus menikmatinya secara eksklusif sendirian. Paling nggak kita sadar, kita menjalani ini semua nggak sendirian. Masih ada mereka yang juga merasakan hal sama. Itu cukup menguatkan kita.

Meskipun sama-sama sebagai anak rantau yang jauh dari keluarga di rumah, ya mereka-meraka inilah yang sekarang menjadi keluarga kita. Terlepas dari rasa kesal atau gondok akibat ulah mereka, pasti kita akan merasa kangen dengan suasana itu disaat kita sudah nggak bersama karena sudah lulus dan harus melanjutkan mimpi masing-masing. Percayalah...

1 comment:

Agus Adi Wibowo said...

setuju banget nih buat anak kosan mah :D